Wednesday 19 November 2014

SEPATU DRUMBAND PAK DOLIT


Membuat sepatu adalah keahlian satu-satunya Dolit Widodo (55). Keterampilan ini diwarisi dari sang ayah, mendiang Harjo "Londo" yang pembuat sepatu dan penyanyi keroncong. Berbeda dengan ayahnya, Dolit memilih fokus pada pembuatan sepatu yang dipakai pemain dan mayoret drumband/marching band.
Kini, sebanyak 75 persen sepatu produksinya yang diberi nama "Dolita" merupakan sepatu drumband jenis boot. Sisanya, sepatu pesanan pelanggan untuk keperluan harian atau pesta.
Awalnya, Dolit hanya bantu ayahnya, namun sejak tahun 1982, dia memilih mandiri. Usahanya bergerak maju karena tidak banyak pesaing. Baru sejak lima tahun lalu, bermunculan perajin baru dengan spesialisasi sepatu drumband. Kini ada 10 perajin sepatu drumband di Kota Solo. Jika musim lomba drumband, jumlah perajin lebih banyak lagi karena muncul perajin musiman.
"Selama masih ada kelompok drumband dan lomba drumband, kami masih dapat bertahan," kata Dolit, Senin (29/3).
Kebanyakan konsumennya adalah siswa taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Jarang siswa SMP dan SMA yang menggeluti kegiatan drumband saat ini. Selain sepatu, Dolit juga melayani pembuatan kostum drumband yang dimulai sejak 2 tahun lalu. Sang istri, Endang Sunarmi, yang menangani pesanan kostum. Ini dikerjakan penjahit yang merupakan tetangganya sendiri.
"Banyak pelanggan inginnya pesan sepatu sekaligus pesan kostum di satu tempat," kata ayah tujuh anak ini saat ditemui di rumahnya yang sekaligus tempat produksi sepatu di Kampung Sangkrah, Kelurahan Sangkrah, Pasar Kliwon, Kota Solo.
Dolit dibantu 2-3 pekerja. Di musim kompetisi drumband, pekerjanya bisa menjadi lima orang. Harga satu paket, terdiri atas sepatu, kostum, dan topi drumband kualitas sedang Rp 125.000, untuk kualitas terbaik mencapai Rp 450.000. Sedangkan sepatu pesanan dimulai dari harga Rp 60.000 per pasang bergantung pada bahan dan tingkat kerumitan pembuatan. Ia mengeluhkan harga bahan baku yang terus meningkat.
Selain di Solo, sepatu Dolit juga dipasarkan ke Yogyakarta, Semarang, dan Sulawesi. Hingga kini, Dolit mengaku belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah atau perbankan. 

Tulisanku seperti termuat di Kompas (Jawa Tengah) 30 Maret 2010 

No comments:

Post a Comment