Wednesday 19 November 2014

NAIK HAJI BERKAT TAHU


Cita-citanya hanya satu, mandiri. Aco Warso Praja Sumitra (49) sempat lima tahun bekerja di sebuah perusahaan kontraktor di Jakarta. Sebelumnya ia bekerja sebagai operator mesin di sebuah pabrik sepatu di Bandung usai lulus Sekolah Teknik Menengah 5 Jakarta tahun 1979.
Tahun 1984, pria asal Kuningan, Jawa Barat, ini memutuskan pindah dan menetap di kampung halaman istrinya, Sumarah (46), di Kota Solo. Di Kota Bengawan itu ia memilih usaha mandiri dengan membuka pabrik tahu. Sebenarnya, mendiang ibu mertuanya pernah membuka usaha serupa tetapi tidak berlanjut.
Aco memulai lagi dari awal. Untuk membekali dirinya dengan pengetahuan membuat tahu, Aco tidak malu-malu berguru kepada beberapa perajin tahu yang sudah lebih dulu memulai usaha.
"Awalnya sehari hanya menghabiskan 15 kilogram kedelai dan mengerjakan sendiri semuanya bersama istri," kenang Aco saat ditemui beberapa waktu lalu.
Aco dan Sumarah bahu-membahu membangun usaha mereka. Sumarah membantu sang suami dalam proses produksi. Setelah itu Aco berkeliling dengan sepeda motornya menjajakan tahu.
Sekarang produksi tahu mereka menghabiskan 5 kuintal kedelai per hari yang digarap 16 pekerja. Dari hasil membuat tahu, Aco mampu menghidupi keluarganya. Anak sulungnya telah lulus sarjana farmasi dari sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Solo. Si bungsu sedang proses masuk ke perguruan tinggi tahun ini.
Aco dan sang istri telah naik haji tahun 2005 dari hasil kerja keras mereka mengelola usaha tahu. Tempat usaha Aco di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, adalah sentra pembuatan tahu. Menghadapi persaingan dengan usaha pembuatan tahu lainnya, Aco yang juga Ketua Paguyuban Perajin Tahu Tempe "Sumber Rejeki" Mojosongo ini memegang prinsip jujur.
"Tuhan sudah mengatur rezeki semua orang. Buktinya, di sini banyak perajin tahu dan tempe, tetapi semua bisa hidup. Bagi saya yang penting usaha itu jujur agar dipercaya orang lain," katanya.
Namun, cobaan usaha bukan tidak pernah menghampirinya, yang paling berat adalah isu tahu berformalin. Permintaan tahu merosot hingga 50 persen selama 2-3 bulan karena isu itu. Padahal, sepengetahuannya, perajin tahu di Mojosongo tidak memakai formalin.
Agar tahu kenyal dan awet, Aco merebus ulang tahunya dengan air sisa rebusan tahu. "Jadi, tahu direbus dua kali agar tidak mudah hancur. Namun, tidak semua tahu direbus ulang," ujarnya. 

Tulisanku seperti termuat di Kompas (Jawa Tengah) 22 Juli 2008

No comments:

Post a Comment