Thursday 13 November 2014

Gibran Rakabuming Raka, Tukang Katering yang Anak Presiden




Punya kesempatan untuk memanfaatkan sosok sang ayah, namun tidak dilakukan Gibran Rakabuming (25). Ia memilih mengajukan proposal pinjaman modal usaha ke bank tanpa menyebut-nyebut nama ayahnya. Setelah memulai usaha ia juga menolak pesanan yang datang dari jajaran birokrasi yang dipimpin sang ayah yang saat itu menjabat sebagai wali kota Solo.
Anak sulung Joko Widodo atau Jokowi yang kini menjadi Gubernur DKI Jakarta ini lebih suka membangun bisnisnya dari nol dengan tangannya sendiri. Tawaran untuk melanjutkan bisnis ayahnya di bidang ekspor mebel ini ditolaknya karena lebih memilih membangun mimpinya sendiri.  Katering menjadi pilihannya setelah melihat peluang besar di bidang ini. “Keluarga saya punya gedung pertemuan namun selama ini tidak ada kateringnya. Ini kesalahan besar karena pendapatan terbesar justru dari katering yang mencapai 50-60 persen dari biaya sebuah acara,” tukas Gibran beberapa waktu lalu.
Tiga bulan setelah lulus kuliah di tahun 2010, ia pun memulai bisnisnya sendiri dengan bendera Chilli Pari Catering. Gibran mencari sendiri modal dengan berbekal pinjaman dari bank. Dari lima bank yang ia ajukan proposal hanya satu yang memberi pinjaman, itupun tidak sampai separuh dari yang ia ajukan. Maklum, saat itu Gibran baru akan terjun ke  dunia bisnis. Ia pun tidak aji mumpung meminjam nama sang ayah yang saat itu menjadi orang nomor satu di Kota Solo hanya demi meloloskan proposal. Dana pinjaman yang diperoleh lantas ia manfaatkan untuk membangun kantor yang representatif untuk membangun kepercayaan calon konsumen.
“Katering itu bisnis kepercayaan. Kalau ada restoran baru, orang ramai-ramai datang untuk mencoba makanannya. Sebaliknya dengan katering, orang lebih pilih pemain lama yang sudah diketahui makanan dan pelayanannya,” kata Gibran.
Di kantor untuk menerima tamu, ia sediakan pojok icip-icip. Calon konsumen bisa mencoba rasa masakan kateringnya dan mendiskusikan apakah sudah sesuai keinginan atau masih perlu penyesuaian. Saat pesanan pertama diterima, dapur yang terletak di belakang kantor belum sempurna terbangun. Ia pun belum punya banyak peralatan memasak dan pecah belah, seperti piring sehingga harus menyewa.
Setahun pertama, Gibran belum mendapatkan banyak pesanan akibat sulitnya menembus dominasi pemain-pemain lama di bidang katering yang sudah punya nama. Ia pun putar otak untuk mendongkrak kateringnya. Caranya, Gibran mulai menjual paket resepsi pernikahan lengkap, tidak hanya katering melainkan juga dekorasi, mobil pengantin, undangan, suvenir, hinggamaster of ceremony. Konsep one stop service ini agar konsumen tidak perlu repot mengurus sendiri persiapan resepsinya, hanya perlu datang ke satu tempat dan semua akan diurus oleh timnya. Untuk beberapa pekerjaan, Gibran bekerja sama dengan rekan yang dipercayanya.
Di Kota Solo, Jawa Tengah, jumlah penyelenggara paket pernikahan belum terlalu banyak, tidak seperti katering yang mencapai ratusan usaha. Gibran merasa mampu bersaing dalam soal pelayanan yang profesional dan detil. Ia akan melayani apapun keinginan konsumen, misalnya menu makanan hingga warna taplak demi kepuasan pelanggan. Ia pernah mengganti seragam para pramusajinya untuk menuruti keinginan konsumen. Tempat penyelenggaraannya pun tidak mesti di gedung pertemuan miliknya, tetapi bisa di gedung lain, di rumah, hingga tempat di luar kota. Gibran pernah menyulap lapangan tenis dan tribunnya menjadi tempat resepsi pernikahan di sebuah kota kecil.
Lulusan sarjana dari Jurusan Marketing, Management Development  Institute of Singapore ini juga memberi layanan lebih berupa konsultasi gratis, misalnya penyusunan acara. Para pegawainya juga ditekankan untuk mendampingi calon pengantin dan keluarganya dalam setiap tahap persiapan, misalnya menghadiri rapat keluarga atau siraman. Mereka juga diminta datang saat resepsi untuk memberi selamat dan menyalami  pengantin dan keluarganya. Gibran pun turun sendiri ke tempat resepsi untuk melihat langsung pelayanan yang diberikan para pegawainya.
Dari sini, ia bisa meningkatkan usaha kateringnya. Lama-kelamaan orang mengetahui makanan dan pelayanan yang diberikan serta menularkannya dari mulut ke mulut. Pesanan kateringnya meningkat 3-4 kali lipat setelah ia menjual paket pernikahan. Paket ini ia tawarkan mulai harga Rp 56 juta untuk 1.000 tamu. Selain pernikahan, ia juga melayani acara lainnya, seperti wisuda, halal bihalal, hingga jamuan makan.
Setelah Jokowi tidak lagi menjabat sebagai wali kota, Gibran baru berani menerima pesanan dari Pemerintah Kota Solo. Sebelumnya ia sengaja tidak mencari pesanan atau menolak pesanan yang masuk dari Pemkot Solo untuk menghindari konflik kepentingan dan kesan negatif di masyarakat. Selain karena pesan sang ayah, Gibran pun dengan kesadaran hati melakukannya. Ia tidak ingin orang menilai usahanya maju karena fasilitas dari ayahnya.
“Rejeki sudah ada yang mengatur, tidak perlu pakai cara-cara seperti itu. Godaan untuk  laris atau cepat kaya pasti ada, tetapi untuk apa kaya dengan cara seperti itu, uangnya tidak akan tahan lama. Kalau kita bekerja halal pasti akan ada jalan,” tegas Gibran yang sejak setahun terakhir dipercaya sebagai Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia Kota Solo.
Hampir setiap Sabtu-Minggu, gedung Graha Saba Buana yang dikelola Gibran menyelenggarakan resepsi pernikahan. Sehari bisa 2-3 kali bahkan lebih. Belum lagi resepsi di tempat lain yang juga ia tangani. Di hari lain, gedung ini digunakan untuk wisuda atau pertemuan lainnya. Sebanyak 80 persen katering di gedung ini dilayani oleh Chili Pari. Untuk meningkatkan pendapatan, Gibran berusaha mengedukasi pasar untuk menerapkan pola buffet atau prasmanan saat resepsi. Tradisi yang selama ini berlangsung, penyajian makanan dilakukan dengan diantarkan satu per satu kepada tamu, mulai dari minuman, sop, nasi dan lauk-pauk sebagai menu utama, berakhir dengan es puter.
Kini Gibran membawahi 15 pegawai tetap dan ratusan tenaga tidak tetap yang dipekerjakan pada saat resepsi digelar. Sebagian besar adalah warga di sekitar kantor Chili Pari Catering di Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Banjarsari di pinggiran Kota Solo. Mengaku masih tidak tertarik dengan dunia mebel yang pernah digeluti ayahnya, Gibran bersiap melirik bidang baru sebagai pengembangan bisnisnya. 

No comments:

Post a Comment