Wednesday 19 November 2014

INOVASI PEMANCINGAN DAN WATER BOOM


Menjadi pengikut tidak mudah. Hal ini diakui Sri Supadmi (49). Untuk itu, dia memberi nilai tambah pada usahanya agar tidak kalah bersaing dengan para pendahulunya.
Tahun 1995, Supadmi membuat usaha pemancingan ikan di rumahnya di Dusun Ngendo, Desa Janti, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Beberapa tahun sebelumnya, pemancingan sudah marak, tetapi di dusun tetangga, yakni Dusun Mangun Suparnan.
Setiap Minggu, jalan-jalan desa macet dipenuhi kendaraan yang menuju atau pulang dari tempat pemancingan. Usai makan-makan dan memancing, biasanya pengunjung pergi ke Umbul Nilo atau Umbul Cokro untuk mandi.
"Biasanya pengunjung pergi ke Umbul Nilo melewati dusun saya. Akhirnya saya buat saja tempat pemancingan. Masak dusun kami hanya dilewati, kena macetnya saja. Saat itu benar-benar sulit. Saya sampai menghadang orang, menyebar selebaran untuk mengajak orang datang ke pemancingan saya. Hari Minggu pertama saya hanya dapat Rp 17.000," kenang Supadmi saat ditemui di pemancingan miliknya, "Lumintu 1001", Jumat (9/1).
Supadmi hampir menutup pemancingannya karena usahanya tidak juga berkembang. Sementara usaha keluarga berupa perusahaan handuk yang dikelolanya bersama ayahnya, almarhum Marmo Sudirdjo, tengah membutuhkan perhatian besar.
"Harga satu set handuk ihram untuk haji waktu itu Rp 40.000 dan saat itu sedang banyak pesanan karena jumlah jamaah melonjak. Sementara pemancingan sehari hanya dapat Rp 17.000. Untung adik saya yang di Pekanbaru memberi semangat agar saya tidak cepat menyerah," kata anak ketiga dari 10 bersaudara ini.
Semangat pantang menyerahnya membuahkan hasil. Sedikit demi sedikit usaha Supadmi berkembang. Bermula dari mendapat pengunjung luberan dari Dusun Mangun Suparnan, pemancingan Supadmi makin dikenal orang. Dia pun kemudian berinovasi dengan menambah fasilitas di pemancingannya. Tahun 2002 dia membangun kolam renang. Belum pernah ada sebelumnya yang melakukan itu. Pengunjung suka dengan terobosannya.
"Orang lama-lama bosan hanya makan. Sambil menunggu makanan yang dulu saat ramai baru siap setelah tiga jam, orang bisa berenang atau bermain," katanya.
Supadmi juga membangun tempat bermain anak dan menyajikan musik langsung setiap Minggu yang berganti-ganti genre musiknya. Dia memperluas lahan pemancingannya 2.500 meter persegi sehingga pemancingannya punya lahan parkir yang luas. Sesuatu yang sulit diberikan pesaingnya di dusun tetangga. Dia berniat menambah fasilitas water boom agar pasarnya tidak habis oleh pesaing yang juga menawarkan fasilitas seperti dia.
Kini, Supadmi memiliki karyawan tetap 20 orang, dari semula hanya 2 orang. Pada hari Minggu, dia merekrut pekerja lepas sehingga total menjadi 60 pekerja. Dalam seminggu, ia memasak 15 kuintal ikan lele dan kakap.
Supadmi yang hanya lulusan sekolah dasar bersyukur bisa mencapai kesuksesan seperti sekarang. "Ini berkat didikan bapak saya yang dulunya tukang batu dan ibu saya, Suparti, yang jualan pecel. Bapak gigih berjuang hingga bisa punya perusahaan handuk. Seluruh saudara saya sarjana dan berhasil berkat didikan orangtua saya," kata ibu dua anak ini. 

Tulisanku seperti termuat di Kompas (Jawa Tengah) 10 Februari 2009

No comments:

Post a Comment