Wednesday 19 November 2014

AMIN SENANG JADI RAJA KECIL

Lebih baik jadi raja kecil daripada jadi budak besar. Begitu prinsip M Al Amin (34). Tidak seperti sarjana lainnya yang giat mencari kerja sebagai pegawai, anak keempat dari lima bersaudara ini justru banting setir menjadi pedagang begitu lulus sebagai sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
"Saya sempat bekerja jadi konsultan bisnis dan asisten dosen. Mau terjun bisnis langsung agak sulit. Saya perlu pengalaman bekerja di perusahaan," jelas Amin, pekan lalu.
Tahun 1999, berbekal modal yang dikumpulkan semasa bekerja menjadi karyawan, Amin akhirnya memberanikan diri memulai bisnisnya kecil-kecilan. "Awalnya hanya berdagang kaus, saya ambil dari pasar, lalu saya tawarkan ke teman dan kenalan yang punya acara besar dan butuh kaus banyak," papar ayah dua anak ini.
Modal awalnya saat itu Rp 2 juta. Tiga tahun kemudian, Amin yang saat mahasiswa aktif di divisi konveksi koperasi mahasiswa ini mulai berpikir memproduksi sendiri kaus. Dengan satu karyawan, ia akhirnya mulai memproduksi kaus dengan desain yang disablon secara manual.
Untuk mengenalkan produksinya yang diberi nama Mr Clean Collection, Amin rajin ikut berbagai pameran, terutama yang diselenggarakan organisasi kemasyarakatan dan partai. Amin melihat, kehidupan partai punya pasar dan peluang tertentu yang bisa dimanfaatkan.
Kelebihan Amin, mampu menangkap dan memanfaatkan momen. "Saat mendekati 17 Agustus saya membuat desain kaus dengan tulisan berbau nasionalisme. Kaus itu saya pasarkan ke Yogyakarta dan Jakarta," katanya.
Awalnya, ia sekadar melayani permintaan, lama kelamaan Amin mampu menangkap tren pasar. Tahun 2004 bisa dibilang tahun yang membawa berkah bagi kehidupan bisnis Amin. Momen pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden jadi titik kemajuan usahanya. Saat itu, Amin kewalahan melayani pesanan dari para partai dan calon yang ikut pemilihan legislatif dan presiden. Saat hampir bersamaan, Amin yang rajin bergaul demi memperluas jaringannya ini, mulai mengenal teknologi cetak digital.
"Saya lihat di Jawa Tengah, paling tidak di Solo dan sekitarnya belum benar-benar ada yang menerapkan teknologi cetak digital ini. Saya melihat banyak kelebihan yang didapat dengan teknologi baru ini," katanya.
Meskipun merasakan manisnya panen pesanan pada pemilu lalu yang dibuktikan dengan hadirnya sebuah mobil baru dan kesempatan naik haji bersama istrinya, pengusaha muda ini memutuskan beralih teknologi. 


Tulisanku seperti termuat di  Kompas (Jawa Tengah) 16 Agustus 2005

No comments:

Post a Comment