Perkenalannya dengan dunia kue kering berawal saat Nunuk duduk di bangku SMA. Saat itu ia membantu sang ibu, Widyastuti, menggeluti usaha sambilan pembuatan kue kering guna membantu ayahnya, Eko Priyono, yang pengusaha mebel. Dari sekadar membantu, lama-lama Nunuk mahir membuat berbagi kue kering. Sayang, saat kuliah ia tidak bisa rutin lagi membantu sang ibu. Lepas kuliah, Nunuk yang baru saja menikah tepat setahun sebelum kelulusannya, tiba-tiba menerima lagi pesanan kue. Nunuk yang lebih memilih menjadi ibu rumah tangga dengan senang hati menerima tawaran itu.
"Saya orangnya paling tidak betah menganggur. Mau bekerja sesuai bidang kuliah agak sulit di kota kecil. Kebetulan suami juga lebih suka saya mengurus anak, jadi saya terima tawaran membuat kue kering," ungkap ibu dari dua anak ini ceria saat ditemui di rumahnya di Solo Baru yang sekaligus digunakan sebagai "pabrik", Senin (16/10).
Kebetulan usaha kue kering sang ibu terhenti di tahun 1994. Sebagai anak perempuan satu-satunya, Nunuk melanjutkan dan mengembangkan usaha itu. Tak hanya membuat kue kering, ia juga menerima pesanan kue tart, bakery, dan coklat. Pengetahuan dan keterampilan barunya diperoleh dengan mengikuti berbagai kursus singkat di berbagai hotel di Jakarta, Surabaya, dan Solo. Meski jago membuat kue kering, ia mengaku tidak senang masak. "Saya lebih suka membuat kue kering, kue setengah basah seperti lumpia, tidak suka," ungkapnya sambil tersenyum.
Sekitar 10 tahun kemudian atau Juni 2006, Nunuk memutuskan melebarkan pasar dengan membuka counter kuenya di Solo Grand Mall. Sebulan lalu, ia juga membuka counter serupa di Plaza Ambarukmo, Yogyakarta. Kalau dulu ia memakai merek Cimi, kini ia berganti dengan label yang lebih genit, CoKiss yang artinya coklat dan cookies.
Tulisanku seperti termuat di Kompas (Jawa Tengah) 17 Oktober 2006
No comments:
Post a Comment