Wednesday 19 November 2014

MENGULIAHKAN ANAK DARI HASIL BIKIN KOK


Tidak puas hanya menjadi pekerja, Maridi (54) memulai usaha mandiri pada tahun 1980-an. Modalnya, sedikit tabungan hasil menyisihkan sebagian penghasilan saat menjadi pekerja di usaha pembuatan kok selama dua tahun. Bidang usaha yang dipilihnya sesuai dengan keahlian dan pengetahuannya, yakni membuat kok (shuttlecock) bulu tangkis.
"Pendidikan saya hanya sekolah dasar. Wiraswasta menjadi pilihan terbaik," ujar bapak empat anak itu, Jumat (17/10).
Dari hasil usahanya, Maridi mampu menguliahkan seluruh anaknya, dua di antaranya telah bekerja. Suami Suyamti (44) itu juga berhasil membangun rumah untuk keluarganya serta menabung sejumlah uang untuk persiapan hari tua.
Kini, Maridi dengan 30 pekerjanya memproduksi 700 slope atau 8.400 buah kok per minggu. Produknya bermerek "Adinda" dan "Anak Mas" dipasarkan di sejumlah kota, seperti Semarang, Jepara, Kudus, Pati, Bandung, Yogyakarta, serta Kota Solo dan sekitarnya. Harga kok buatannya Rp 14.000-Rp 35.000 per slope isi 12 buah.
Sejak tiga tahun lalu, dia mendaftarkan kedua merek itu ke Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia untuk melindungi produknya dari pembajakan. "Sudah susah-susah membangun merek, masak ditiru seenaknya. Setelah dipatenkan, jika ada yang berani meniru, saya dapat mengajukan tuntutan hukum," katanya.
Untuk mengembangkan usahanya, Maridi harus melewati jalan penuh onak duri. Awalnya, ia membuat kok hanya dengan bantuan keluarga dan sedikit kerabat. Maridi kemudian berkeliling dengan pit kebo-nya menawarkan kok buatannya ke toko-toko.
Melalui cara itu kok produksinya terserap pasar. Untuk menembus pasar luar kota, Maridi mengambil langkah serupa. Ia pergi ke luar kota mengenalkan kok buatannya ke toko-toko.
"Memperkenalkan barang buatan kita butuh waktu dan pengorbanan. Namun, kesulitan seperti itu lebih banyak pada awal usaha. Setelah berhasil menembus pasar, kami hanya tinggal mengirimkan barang," kata Maridi di rumahnya di Kampung Makambergolo, Kelurahan Serengan, Kecamatan Serengan, Kota Solo.
Kegemaran masyarakat akan bulu tangkis membuat usaha pembuatan kok berkembang. Selain di Kampung Makambergolo, di Kampung Pringgolayan, Kelurahan Tipes, Kecamatan Serengan, banyak industri rumah tangga pembuatan kok.
Menurut Maridi, permintaan pasar turun saat bulan puasa dan musim hujan. Virus flu burung pun menyebabkan dia pernah kesulitan memperoleh bahan baku. Namun, dia terus bertahan. 

Tulisanku seperti termuat di Kompas (Jawa Tengah) 18 November 2008

No comments:

Post a Comment