Saturday 25 October 2014

TIMLO SASTRO, MEMPERTAHANKAN TRADISI RASA


Mendengar kata timlo, orang akan segera teringat Kota Solo. Timlo yang merupakan jenis masakan ini melekat dengan nama Solo, selain juga nama grup pelawak yang juga berasal dari Solo, yakni Teamlo.

Belum jelas benar, bagaimana asal-usul timlo, yang jelas masakan yang penampilannya seperti gabungan antara sop dan soto ini banyak digemari penikmat masakan. Kuahnya yang seperti sop atau bakso terasa segar ditambah dengan irisan rempela ati, risoles sosis, dan telur. Kalau suka boleh juga ditambah dengan tahu goreng.

Timlo cocok disantap di semua suasana, baik pagi, siang, maupun malam hari. Selain membuat perut kenyang, lidah juga akan dimanjakan dengan rasa gurih dari berbagai isi timlo, seperti sosis dan rempela yang kenyal.

Salah satu rumah makan yang sejak dulu terkenal dengan menu timlonya adalah Timlo Sastro. Pasangan Sastro Hartono dan Suharmi merintis usaha ini sejak tahun 1952. Awalnya mereka berjualan di belakang Pasar Gede dengan sistem pedagang kaki lima (PKL) sampai akhirnya mampu membeli kios.

Usaha mereka pun laris karena mereka konsisten hanya menjual timlo dengan rasa yang dipertahankan. Sampai sekarang, penerus usaha ini, yaitu anak-anak Sastro dan Suharmi, mempertahankan warisan resep dan rasa timlo yang kini menjadi bagian dari legenda masakan-masakan khas di Kota Solo.

"Sebenarnya warung makan lain juga ada yang menjual timlo, tetapi bercampur dengan menu lain. Orangtua kami hanya menyajikan timlo," kata Hardjono, anak ketiga yang kini menjadi penanggung jawab jalannya usaha ini.

Nama Timlo Sastro kini menjadi semacam jaminan tersendiri bagi mereka yang ingin menikmati timlo khas Solo. Kini, warung ini dikelola keempat anak Sastro Hartono dan Suharmi sejak keduanya meninggal dunia pada sekitar pertengahan tahun 1980-an.
Selain Hardjono (47), usaha ini juga dikelola oleh Sri Mulyani (53), Setyo Tri Wahyuni (49), dan Anik Sri Haryani (42). Sejak lima tahun lalu, usaha keluarga ini juga membuka cabangnya di Jalan Dr Soepomo, Solo. "Rasanya ditanggung sama dengan yang di Pasar Gede karena masaknya jadi satu di rumah lalu di bawa ke masing-masing warung," tambah Hardjono.

Satu porsi timlo komplet berharga Rp 9.000. Agar suasana makan semakin enak, si empu warung juga menyediakan berbagai pernak-pernik pelengkap lainnya yang cocok untuk dicemplungkan ke dalam kuah timlo, seperti brutu dan usus.

Resep timlo sebenarnya sederhana, hanya menggunakan bawang putih, lada, pala, dan bawang merah yang digoreng sebagai taburan di atas nasi yang dihidangkan. "Tidak ada rahasia pada resep kami, kontrol rasa juga tidak ada yang khusus. Semua dilakukan tradisional karena sudah biasa memasaknya," ungkapnya. 

No comments:

Post a Comment