Sunday 22 January 2017

24 Jam di Kota Romantis Praha


Di ujung musim gugur yang dingin, kami tiba di Praha, kota yang katanya lebih romantis dari Paris. Ada banyak hal yang bisa dinikmati di ibu kota Ceko ini, mulai dari gedung-gedung tua dari beberapa era hingga pemandangan yang seperti lukisan. Lantas, susunan ”cobblestone”, batu sungai yang berbentuk bulat atau persegi dari berabad lalu, menemani langkah kaki kami menapaki jalan-jalan di kota yang dulu menjadi ibu kota Kerajaan Bohemia ini.

Selasa (8/11)
Pukul 09.30
Sinar mentari cerah menyambut kami di Bandara Vaclav Havel. Kami tiba di Praha setelah dua jam terbang dari Istanbul, Turki, dengan pesawat Turkish Airlines. Sebelumnya, penerbangan 11,5 jam membawa kami dari Jakarta menuju Istanbul. Terbang dengan kelas bisnis membantu mengurangi rasa lelah karena kursi pesawat bisa dibuat rata memanjang seperti tempat tidur sehingga nyaman untuk berbaring.

Dari bandara, rombongan kami yang terdiri atas wartawan dan pelaku biro perjalanan singgah di Hotel Golden Key untuk menaruh barang bawaan sejenak. Kemacetan sempat menghambat perjalanan yang seharusnya hanya 30 menit molor menjadi lebih dari 1 jam. Jan Urban dari Czech Tourism yang mendampingi kami menyebut tidak biasa-biasanya Praha macet panjang. Rupanya, terjadi gangguan listrik di jalur transportasi bawah tanah.
Untungnya, kami segera tiba di kamar-kamar berlantai kayu dan berjendela mungil dengan pemandangan atap bangunan tua dan menara kastil. Sang manajer hotel berkisah, bangunan hotel butik ini dulunya merupakan tempat pembuatan gembok dan kunci Locksmith dari abad ke-13.

Pukul 14.00-19.00

Kompleks Kastil Praha

Praha menjadi satu-satunya kota penting di Eropa yang tidak dibom pada Perang Dunia II. Konon, Hitler ingin menjadikan Praha sebagai ibu kota budaya Eropa. Jika baru pertama kali berkunjung ke Praha, ada beberapa tempat yang tidak boleh terlewat dikunjungi. Salah satunya Kastil Praha atau Prague Castle. Kami ke sana setelah makan siang. Kompleks Prague Castle atau Prazsky Hrad dalam bahasa Slavik, terdiri atas beberapa bangunan kuno ikonik, mulai dari beberapa istana, gereja, menara, gerbang, hingga taman dan jalan-jalan bersejarah. Old Royal Palace, Lobkowicz Palace, Rosenberg Palace, katedral St Vitus, Basilika St George, Powder Tower, dan Golden Lane adalah sedikit dari yang bisa kita nikmati di kawasan ini. Namun, pada musim gugur dan dingin, tempat tertentu ditutup untuk umum.



Prague Castle merupakan monumen terpenting di wilayah Ceko yang dibangun pada akhir abad ke-9. Kawasan kastil ini terbesar di dunia dan ditetapkan Unesco sebagai cagar budaya dunia yang harus dilindungi. Di tempat ini raja-raja Ceko dan kaisar Romawi Suci dahulu bertakhta. Daya tarik kawasan ini adalah bangunan-bangunannya yang berasal dari berbagai era sehingga menampilkan beragam gaya arsitektur. Dari mulai gaya romawi, renaisans, barok, gotik, sampai art noveau. Tempat ini seperti kawasan tumbuh yang dibangun dari era ke era. Tidak dengan merobohkan yang sebelumnya, tetapi melengkapi sesuai perkembangan zaman.
Siapkan kaki untuk berjalan- jalan mengelilingi dan mengagumi keindahan bangunan-bangunan yang berada di atas lahan seluas 70.000 meter persegi ini. Baju dan sepatu yang cocok dengan musim akan membuat tubuh tetap hangat dan acara jalan-jalan terasa nyaman.

Katedral St Vitus
Kami sempat melihat proses pergantian prajurit jaga sebelum memasuki gerbang yang menuju halaman katedral St Vitus yang berdekatan dengan Old Royal Palace. Bangunan katedral bergaya arsitektur gotik dengan batu-batu pilarnya yang kehitaman tampak menjulang anggun. Detail dekorasi di bangunan yang kehitaman di beberapa sisinya tampak eksotis. Interior di dalamnya juga tak kalah menarik.
Selain patung-patung yang dipasang di bagian atas pilar, langit-langit, altar, dan jendela- jendela besar berhias mozaik kaca patri, katedral juga berisi makam raja, pendiri kerajaan, dan tokoh yang dianggap orang suci. Di antaranya makam St John of Nepomuk, St Wenceslas, dan para raja dari Dinasti Premyslid yang memerintah Bohemia dan Moravia sejak abad ke-9 hingga ke-13.



Dari katedral kami pergi ke bangunan lain dan disambut ruang besar yang disebut Vladislav Hall. Ruang kosong ini berlantai kayu dan pada masa monarki Bohemia dijadikan tempat jamuan, resepsi, naik takhta, dan pertarungan antarksatria. Di lantai atasnya kita bisa melihat model perapian kuno hingga jendela yang digunakan untuk melempar musuh ke luar pada masa perang.
Puas menikmati keindahan berbagai bangunan dan isinya, pemandu kami, Alice, kemudian mengajak melewati sebuah jalan, lebih tepatnya gang yang disebut Golden Lane. Bagian kirinya disesaki rumah-rumah mungil bercat warna-warni. Pintunya rendah sehingga pengunjung kadang-kadang harus menunduk untuk bisa masuk.
Salah satunya, rumah bercat hijau bernomor 22. Di sana, sastrawan Franz Kafka pernah tinggal selama dua tahun dan menulis karya-karyanya. Rumah-rumah imut ini kini banyak dimanfaatkan sebagai toko yang menjual suvenir dan barang kerajinan tangan.



Lesser Town
Hari mulai beranjak sore ketika kami terus melangkah mendekati ujung akhir kawasan kastil. Di depan terdapat jalan menurun dengan hamparan pemandangan seperti lukisan. Dari sini terlihat atap-atap dan dinding-dinding rumah dengan warna-warni pastel. Sangat indah. Wilayah ini disebut lesser town atau Mala Strana yang berarti tepi kecil sungai. Wilayah lesser town merupakan kawasan permukiman di tepi Sungai Vltava yang membelah Praha.
Kami sempat mampir di tepi sungai yang dipenuhi bebek dan angsa yang sedang asyik berjalan atau berenang-renang di tepi sungai. Dari sini, tampak lengkung-lengkung indah Jembatan Charles atau Charles Bridge.



Charles Bridge
Jembatan yang paling tersohor di Ceko ini dibangun pada awal abad ke-14 oleh Raja Charles IV. Semula namanya Jembatan Praha atau Jembatan Batu. Baru pada abad ke-19 disebut dengan Jembatan Charles. Banyak sekali orang berjalan-jalan di atas jembatan selebar 10 meter ini. Ramai. Belum lagi seniman jalanan dan pedagang yang membuka lapak di sisi kiri dan kanan menawarkan lukisan dan suvenir. Di kanan dan kiri jembatan juga terdapat patung- patung besar bergaya barok. Menurut Alice, patung-patung ini hanya replika dari patung asli yang kini disimpan di museum agar aman dari jamahan pengunjung.



Astronomical Clock
Di ujung jembatan sepanjang 621 meter ini, sebuah menara sekaligus gerbang, juga bergaya barok, menyambut pengunjung ke kawasan Old Town Square. Tidak jauh, tampak orang berkerumun menghadap bangunan menara dengan jam besar di bagian depan. Itulah astronomical clock, satu dari tiga jam astronomi tertua di dunia dan satu- satunya yang masih beroperasi. Kaki sudah mulai pegal, tetapi kami penasaran karena sebentar lagi pergantian jam yang katanya akan menghadirkan sedikit ”pertunjukan” oleh jam yang dibuat pada abad ke-15 ini. Jam bekerja menurut pengetahuan orang abad pertengahan. Bulan dan matahari masih dianggap mengelilingi bumi. Ketika jam mulai berdentang, jendela di bagian atas jam akan terbuka. Muncullah karakter orang-orang suci bergantian. Di sebelah kanan bawah, karakter tengkorak menarik tali lonceng. Atraksi ini berlangsung setiap jam mulai pukul 
09.00-23.00.



Kelar menyaksikan pertunjukan jam astronomi, kami segera dihadapkan dengan lapangan luas. Hari sudah gelap meski waktu baru menunjukkan pukul 17.00. Alun-alun Old Town dikelilingi bangunan-bangunan cantik. Di salah satu sisi menjulang menara The Church of Our Lady Before Tyn yang cantik. Hari itu akhirnya dituntaskan dengan menikmati pendar lampu di Old Town Square dalam bekapan udara yang semakin dingin. Setelah makan malam kami kembali ke hotel.

Rabu (9/11)
Pukul 09.30

Fashion Arena
Salah satu yang juga menyenangkan dari Praha adalah harga-harga yang tidak semahal di kawasan Eropa Barat. Rasa-rasanya tidak jauh beda dengan Jakarta. Kita dengan mudah menemukan makanan enak dengan harga relatif terjangkau atau membeli suvenir dengan harga yang tidak mencekik leher. Salah satu yang membahagiakan laTligi bagi orang Indonesia yang senang belanja kemungkinan adalah tempat seperti Fashion Arena.
Di tempat ini terdapat 200 gerai merek-merek produk fashion terkenal dunia yang menawarkan harga miring. Untuk barang-barang tertentu diskonnya sampai 70 persen dan itu berlangsung setiap hari. Kecenderungannya memang barang-barang itu stok lama.
Namun, jika kita tidak terlalu mementingkan tren, tawaran mereka cukup menggoda. Modalnya hanya perlu telaten dan jeli memilih produk, mulai dari segi harga, ukuran, hingga kondisi keseluruhan. Tempat ini sekitar 30 menit perjalanan dari Praha. Tersedia transportasi ulang-alik gratis pada jam-jam tertentu.

Tulisanku seperti termuat di Kompas 27 November 2016

Wednesday 19 November 2014

AYAH SERING MENGAJAK KAMI MERAMPOK...


 Awal pekan ini, masyarakat Surakarta dikejutkan dengan tertangkapnya gembong perampok yang beroperasi di berbagai daerah di Jawa dan Bali, yang selama ini membuat resah masyarakat. Tersangka perampok ini dikenal sebagai spesialis merampok emas dan nasabah bank, yang tidak segan-segan membunuh korban atau orang yang menghalanginya. Gembong perampok itu adalah Sugianto (60) alias Sugi alias Pakdhe alias Pake. Sugi ditangkap di rumah kontrakannya di Jalan Kendal Growong, Muntilan, Magelang, Jumat (25/3). Penangkapan ini berdasarkan informasi dari anak perempuan pertamanya, Ita Rosita, yang sehari sebelumnya ditangkap di rumahnya di Kediri, Jawa Timur. Menurut Kepala Kepolisian Wilayah Surakarta Komisaris Besar Abdul Madjid, Sugi kerap mengajak anak-anak perempuannya untuk membantunya dalam beraksi. Sang anak disuruhnya mengantar gembong perampok itu ke lokasi perampokan. Ita yang ditemui di tahanan Kepolisian Wilayah Surakarta, Rabu (30/3/2005), mengaku, ia pernah tiga kali disuruh mengantarkan bapaknya ke tiga tempat yang kemudian diketahui menjadi lokasi perampokan yang menghebohkan, yakni Goro Assalaam, Sragen, dan PKU Muhammadiyah. Dengan demikian, keterangan Ita ini menjadi pintu bagi kepolisian untuk mengungkap dua kasus besar yang hingga kini masih misterius, yakni perampokan di dekat PKU dan Goro Assalaam beberapa tahun lalu yang menimbulkan korban tewas. Kasus perampokan yang berlangsung di PKU Muhammadiyah menewaskan sopir kantor PDAM yang membawa gaji karyawan serta tiga orang lainnya, termasuk petugas polisi yang mengawalnya. Diperkirakan, pelakunya adalah empat perampok yang menggunakan sepeda motor. Menurut Ita, saat itu ia hanya disuruh mengendarai mobil Suzuki Espass untuk mengantar Sugi dan seorang rekannya ke PKU. "Habis itu saya tidak tahu bapak ke mana, dia terus dijemput oleh temannya dengan sepeda motor," kata Ita. Sugi memiliki lima anak yang seluruhnya perempuan. Ita adalah salah satu anaknya yang sering dimanfaatkannya saat beraksi. Menurut Ita yang berpenampilan gempal dengan rambut sebatas leher dan mempunyai seorang anak berusia delapan tahun, ia kadang-kadang pulang dari Kediri untuk menengok orangtuanya yang kala itu masih mengontrak di Colomadu, Sukoharjo. Ita sendiri sejak kecil tinggal dengan neneknya di Kediri. Empat adiknya yang lain tinggal bersama orangtua mereka. "Saat saya pulang itu, bapak menyuruh saya untuk mengantarnya," kata Ita sambil menatap kakinya yang pada bagian ujungnya dihiasi cat kuku berwarna gelap, Rabu kemarin. Menurut Ita, selama ini bapaknya ia kenal berprofesi sebagai makelar motor. Sedang sang ibu menjalankan warung kelontong dan kini masih tinggal di rumah kontrakannya di Muntilan yang ditempati sejak dua tahun lalu. "Orangtua tidak punya rumah, jadi sering pindah-pindah kontrakan," jelasnya. Ita sering menyaksikan, bapaknya dikunjungi beberapa orang temannya. Pada beberapa kesempatan, mereka akan keluar bersama-sama dalam waktu yang lama. "Mereka pergi siang hari, nggak tahu kemana," katanya. Ditambahkannya, dia tidak pernah meminta uang bagian kepada ayahnya. "Saya nggak pernah minta bagian. Saya kalau minta uang sama ibu, Rp 200.000 atau Rp 300.000 buat jajan," jelasnya. *** ITA mengaku menyesal dan malu terhadap kasus ini. Ia mengkhawatirkan nasib anaknya yang tinggal di Kediri mengingat ia juga sudah berpisah dari suami beberapa tahun lalu. Selain melibatkan Ita, Sugi juga mengajak salah satu menantunya, Dodi, yang beberapa tahun lalu tewas dikeroyok massa usai tertangkap merampok di sebuah daerah di Jawa Timur. Istri Dodi, Vita, kini tinggal bersama Ita. Dari hasil penyidikan polisi, ada 12 daerah yang dipastikan pernah dijadikan Sugi sebagai sasaran perampokan berdarah dingin, antara lain di Sragen, Karanganyar, Solo, Kediri, Tulungagung, Probolinggo, Wonogiri, Magelang, Yogyakarta, Kendal, dan Pekalongan. Beberapa di antaranya menyebabkan korban tewas. Sugi sendiri berpenampilan tenang dan cenderung murah senyum dengan hiasan rambut yang mulai memutih. Ia jarang menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, termasuk mengapa tega melibatkan anaknya dalam aksi perampokan yang didalanginya. Namun, saat seorang petugas kepolisian mendatanginya untuk memotretnya, ia memasang wajah dengan senyum terkembang. Tidak ada tanda penyesalan atau tertekan di wajahnya. Ia sempat menitipkan satu botol berisi satu liter air mineral dingin agar diberikan kepada Ita. Sugi saat ini berada dalam tahanan Polwil Surakarta dan berada satu ruangan bersama Timotius Tri Sabarno, tersangka penipuan dan penggelapan uang miliaran rupiah. Hingga kini, Sugi masih diperiksa intensif. Dalam keterangannya kepada penyidik, Sugi mengakui tiga kasus perampokan yang pernah dilakukannya secara langsung, yakni perampokan di sebuah penggilingan padi di Masaran, Sragen tahun 2003 dengan kerugian Rp 160 juta dan seorang korban tewas, perampokan bersenjata di dekat PT Puspitasari di Ceper, Klaten dengan kerugian Rp 44 juta, dan perampokan di Pasar Bunder, Sragen, dengan kerugian Rp 33 juta. Kepala Polwil Surakarta mengatakan, Sugi adalah bos Herlambang, kelompok perampok yang sering beraksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta baru saja ditangkap Polda Jawa Tengah, pekan lalu, di Sukoharjo. Selain menangkap Sugi dan Ita, Polwil Surakarta juga telah menangkap Jiing di Salatiga yang masih terkait erat dengan kelompok Sugi. Sugi juga diperkirakan terkait dengan kelompok Taufik dan Promek di Jawa Timur. Sejauh ini, Sugi mengaku menjadi konseptor dalam setiap aksi. Ia merencanakan, menentukan sasaran, dan modus. Hanya tiga tempat yang ia akui turun langsung ikut merampok, yakni dua tempat di Sragen dan satu di Klaten. Dengan tertangkapnya Sugi, seperti disampaikan Kepala Kepolisian Polisi Daerah Jawa Tengah Irjen Chaerul Rasjid, paling tidak 20-25 kasus perampokan besar yang pernah terjadi akan bisa terungkap. Kita tunggu hasil penyidikan polisi selanjutnya. Bila memang Sugianto terlibat sedikitnya 25 kasus perampokan, polisi kali ini benar-benar mendapat perampok kelas kakap!

Tulisanku seperti termuat  di Kompas (Jawa Tengah)  31 Maret 2005

BESTIK LIDAH YANG BIKIN GOYANG LIDAH

Rinai hujan baru saja membasahi jalanan kota Solo, Sabtu (18/3) petang. Rasanya itu tidak menghalangi niat mencari tempat yang menyajikan masakan olahan lidah sapi kegemaran kami. Tempat itu kami temukan di Jalan Dokter Rajiman.
Harjo Bestik. Tulisan berwarna merah pada spanduk putih di bagian depan warung kaki lima itu sepintas biasa saja, tidak ada yang istimewa. Bagi sebagian besar penggemar steak, warung ini mungkin tak ubahnya warung steak kaki lima yang menjamur di kota-kota besar.
Namun, sekali menyimak daftar menu yang ditawarkan Harjo Bestik, niscaya kita akan tercengang. Aneka menu bestik seperti bestik telon yang terdiri dari tiga jenis daging sesuai pilihan pembeli, bestik uritan (calon telur ayam), bestik brutu, dan bestik dadar lidah adalah sejumlah menu bestik yang ditawarkan. Sungguh tawaran yang tidak biasa.
Malam itu kami memesan masing-masing seporsi bestik campur dan bestik dadar lidah, serta dua piring nasi putih. Begitulah adat di warung makan kaki lima ini, makan bestik ditemani nasi putih. Tidak lupa segelas es jeruk dan wedang cokelat turut dipesan.
Lebih kurang 30 menit pesanan kami tiba. Kepulan asap menebar harum aroma kuah bestik yang segera merangsang pencernaan kami. Sekali menyendok bestik ini rasanya sukar berhenti karena keempukan daging maupun lidah sapi yang berpadu dengan kesegaran kuah bestiknya.
"Sejak dahulu, kakek saya, Mbah Harjo, pendiri warung ini, sudah memasak bestik seperti ini. Bestik dengan kuah banyak atau nyemek dalam istilah orang Jawa," ujar Mujiyati (40), generasi ketiga Harjo Bestik, saat ditemui Sabtu malam itu.
Bukan hanya kecakapan Mbah Harjo yang membuat bestik ini lekat dengan lidah orang Jawa, tetapi juga keahlian Mbah Harjo dalam mengkreasikan aneka organ tubuh ayam maupun sapi untuk diolah dalam kuah bestiknya.
"Elek-elekan"
Satu porsi bestik lidah terdiri atas lima potongan lidah sapi bersanding dengan irisan kentang, wortel, selada hijau, tomat, acar timun, dan mayones atau moster. Kuah kecoklatan yang meredam lidah dan aneka sayuran itu diolah dari tumisan mentega, bawang merah, bawang bombai, ditambah kuah kaldu ayam, kecap manis dan asin, garam, serta merica.
Untuk bestik campur, penyajiannya hampir serupa denganbestik lidah hanya ditambah daging sapi cacah. Sementara untuk bestik dadar lidah, pembeli dapat menikmati potongan lidah sapi yang terbungkus dalam telur dadar goreng terendam dalam kuah bestik.
Keempukan lidah sapi di Harjo Bestik tidak terlepas dari lamanya waktu pemasakan lidah. Mujiyati senantiasa merebus lidah sapi selama empat jam agar empuk. Saat akan dimasak sebagai bestik, lidah itu kemudian dipotong-potong kecil dan dicampur dengan tumisan bumbu kuah bestik.
"Menu favorit pengunjung adalah bestik lidah. Akan tetapi, kami juga masih memiliki menu favorit lain seperti risoles kuah, elek- elekan, dan bakmi," ujar Mujiyati.
Mendengar menu elek-elekan (bahasa Jawa dari kata jelek-jelekan), kening kami sempat berkerut. Rasa-rasanya dari sekian menu yang tercantum dalam daftar menu Harjo Bestik, nama ini tidak kami temui. Setelah kami tanyakan menu ini kepada Mujiyati, sontak kami langsung tertawa mendengar penjelasannya.
Menurut Mujiyati, elek-elekan adalah menu yang diciptakan dari bonggol lidah sapi yang tidak terpakai di bestik. Awalnya, bonggol- bonggol lidah sapi itu digoreng Mujiyati untuk disantapnya sendiri bersama sambal kecap atau sambal bawang ditemani nasi putih.
Ia tidak pernah menawari menu ini secara terang-terangan karena dinilai kurang layak disandingkan dengan menu bestik di warungnya. Suatu ketika, seorang pelanggan melihat gorengan bonggol lidah sapi itu dan tertarik mencoba.
"Sejak saat itu, jika pelanggan itu datang, ia tak lupa memesan elek-elekan lengkap dengan sambal kecapnya. Lama kelamaan pelanggan yang lain tahu tentang elek-elekan dan turut memesan," tuturnya.
Meski elek-elekan sudah punya banyak penggemar, Mujiyati tetap tidak mau mencantumkan menu itu dalam daftar menu Harjo Bestik. Baginya, promosi elek-elekan cukup dari mulut ke mulut saja.
Bercampur harum bunga
Menyantap bestik di warung kaki lima di Jalan Dokter Rajiman dan dekat dengan Pasar Kembang ini terasa istimewa. Kuah bestik jowo sesekali berpadu dengan harum bunga yang dijual di Pasar Kembang. Suasana jalanan dan wajah kota Solo yang tak pernah tidur juga bisa dinikmati di warung yang telah berusia lebih kurang 60 tahun ini, yang menurut Mujiyati dimulai Mbah Harjo sejak menjelang perang kemerdekaan Indonesia.
Untuk menikmati aneka bestik jawa khas Solo ini cukup membayar Rp 9.000-Rp 13.000 per porsi. Warung bestik kaki lima ini buka setiap hari dari pukul 18.00 hingga 00.30. Selain bestik, juga ditawarkan menu lain seperti bakmi, kamar bola, nasi goreng krukup, dan banyak menu lain.
Warung ini dikunjungi orang dari berbagai lapisan. Mereka menikmati santapan menu bestik favoritnya di atas bangku kayu panjang sambil menikmati suasana malam kota Solo.
Tidak terasa, jam di pergelangan tangan telah menunjukkan pukul 21.30. Dengan berat hati, tetapi perut kenyang, kami meninggalkan Harjo Bestik beserta segala suasana kekhasan warung kaki limanya. Tentu saja, sebagai penggemar lidah sapi, terbit rasa mengganjal di hati kami karena belum mencicipi elek-elekan. Suatu waktu kami pasti kembali....

Tulisanku dan Komang Arianti seperti termuat di Kompas, 2 April 2006

APA ITU RUWATAN KUDA?


RINTIK hujan turun mengiringi pemilik kuda yang berdesakan dengan masyarakat, berebutan air ruwatan untuk diraupkan ke wajah mereka. Meski langit tetap terang, makin lama hujan makin deras mengawal pelaksanaan puncak upacara Suryo Jawi, yakni ruwatan kuda dan pemiliknya di lereng Gunung Lawu, Kamis (17/2).
Pangkal cemeti oleh pemimpin ruwatan, Ki Dalang Romo G Tundjungseto, dicelupkan ke dalam bejana berisi air kembang. Dalang membisikkan sesuatu kepada pemilik kuda lantas memberikan cemeti dan sebuah amplop putih, lalu mengusapkan air kembang ke pangkal hidung kuda.
Usai kuda ke-136, hujan yang tadinya turun deras lantas reda begitu saja. Bagi masyarakat, hujan deras itu menjadi simbol datangnya rezeki yang banyak di hari-hari mendatang.
Lancarnya rezeki ditambah keselamatan dalam kehidupan sehari- hari adalah tujuan pemilik kuda yang tergabung dalam Paguyuban Turangga Karya Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, yang mengikuti ruwatan.
Tak beda dari ruwatan biasanya, ruwatan kuda dan pemiliknya mengikuti beberapa proses, antara lain menyimak pergelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala yang berisi cerita perjalanan Bethara Kala.
Sebelumnya, rombongan kuda dan pemiliknya berjalan dalam rombongan dari daerah Pancot, sekitar 500 meter dari lokasi ruwatan di Camping Ground Lawu Resort, didahului kelompok reog dan seorang yang berpakaian seperti Gatotkaca.
Dalam jagad budaya Jawa, ruwatan biasa dilakukan untuk menghindari kejadian buruk. Sebagian masyarakat Jawa mempercayai, ada orang yang lahir dengan menyandang takdir buruk yang disebut sukerta dan sengkala.
Dalam Serat Centhini disebutkan ada 19 macam sukerta. Sedang dalam Serat Manikmaya ada 60 macam sukerta, serta Serat Murwakala menyebut 147 macam sukerta.
Tak hanya itu, sukerta juga bisa disebabkan perilaku manusia, antara lain menggulingkan dandang saat menanak nasi, tak mau beristirahat saat berjalan sendirian tepat tengah hari, atau tidak menyatukan dan mengikat serutan bambu usai menyisiknya.
Ruwatan acapkali lekat dengan kesan mistis atau klenik. Pengamat budaya dari Padepokan Lemah Putih Solo Suprapto Suryodarmo yang hadir dalam acara ini punya pandangan sendiri.
Menurutnya, ruwatan dapat dipandang sebagai bagian dari menyelaraskan diri dengan alam. "Ruwatan itu agar diselaraskan dengan alam. Orang zaman sekarang semakin sulit untuk memahami alam," jelasnya lagi. 

Tulisanku seperti termuat di Kompas (Jawa Tengah) 11 Februari 2005

AMIN SENANG JADI RAJA KECIL

Lebih baik jadi raja kecil daripada jadi budak besar. Begitu prinsip M Al Amin (34). Tidak seperti sarjana lainnya yang giat mencari kerja sebagai pegawai, anak keempat dari lima bersaudara ini justru banting setir menjadi pedagang begitu lulus sebagai sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
"Saya sempat bekerja jadi konsultan bisnis dan asisten dosen. Mau terjun bisnis langsung agak sulit. Saya perlu pengalaman bekerja di perusahaan," jelas Amin, pekan lalu.
Tahun 1999, berbekal modal yang dikumpulkan semasa bekerja menjadi karyawan, Amin akhirnya memberanikan diri memulai bisnisnya kecil-kecilan. "Awalnya hanya berdagang kaus, saya ambil dari pasar, lalu saya tawarkan ke teman dan kenalan yang punya acara besar dan butuh kaus banyak," papar ayah dua anak ini.
Modal awalnya saat itu Rp 2 juta. Tiga tahun kemudian, Amin yang saat mahasiswa aktif di divisi konveksi koperasi mahasiswa ini mulai berpikir memproduksi sendiri kaus. Dengan satu karyawan, ia akhirnya mulai memproduksi kaus dengan desain yang disablon secara manual.
Untuk mengenalkan produksinya yang diberi nama Mr Clean Collection, Amin rajin ikut berbagai pameran, terutama yang diselenggarakan organisasi kemasyarakatan dan partai. Amin melihat, kehidupan partai punya pasar dan peluang tertentu yang bisa dimanfaatkan.
Kelebihan Amin, mampu menangkap dan memanfaatkan momen. "Saat mendekati 17 Agustus saya membuat desain kaus dengan tulisan berbau nasionalisme. Kaus itu saya pasarkan ke Yogyakarta dan Jakarta," katanya.
Awalnya, ia sekadar melayani permintaan, lama kelamaan Amin mampu menangkap tren pasar. Tahun 2004 bisa dibilang tahun yang membawa berkah bagi kehidupan bisnis Amin. Momen pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden jadi titik kemajuan usahanya. Saat itu, Amin kewalahan melayani pesanan dari para partai dan calon yang ikut pemilihan legislatif dan presiden. Saat hampir bersamaan, Amin yang rajin bergaul demi memperluas jaringannya ini, mulai mengenal teknologi cetak digital.
"Saya lihat di Jawa Tengah, paling tidak di Solo dan sekitarnya belum benar-benar ada yang menerapkan teknologi cetak digital ini. Saya melihat banyak kelebihan yang didapat dengan teknologi baru ini," katanya.
Meskipun merasakan manisnya panen pesanan pada pemilu lalu yang dibuktikan dengan hadirnya sebuah mobil baru dan kesempatan naik haji bersama istrinya, pengusaha muda ini memutuskan beralih teknologi. 


Tulisanku seperti termuat di  Kompas (Jawa Tengah) 16 Agustus 2005

PRIA YANG BESARKAN PUSAT KERUDUNG

Kerudung salah satu elemen penting dalam penampilan seorang perempuan yang berbusana muslimah. Seiring makin maraknya pemakaian jilbab, bisnis produksi kerudung makin menjanjikan.
Widodo Muktiyo (41) menyadari hal ini. Sejak tahun 1996, dengan keputusan berani ia memutuskan beralih dari bisnis garmen pembuatan seragam sekolah dan baju pria yang sudah empat tahun digelutinya ke bisnis pembuatan kerudung.
Hingga kini, Widodo yang juga Kepala Humas dan Kerja Sama Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo telah memiliki 10 gerai ritel kerudung yang diberi nama Penimo dan tersebar di Kota Solo, Klaten, Yogyakarta, dan Jakarta.
Koleksinya terdiri dari ratusan item per gerai yang dibeda- kan menjadi golongan corak, warna, jenis bahan, dan ukuran. Tak hanya itu, Penimo juga menyediakan baju muslimah, baju koko, kebutuhan shalat, dan aksesori busana muslimah, scarf, bandana, dan pasmina yang tengah digandrungi kaum perempuan.
Sebagian besar barang itu hasil produksi sendiri dari pabrik garmennya di Wedi, Klaten, yang kini mempunyai 200 pekerja tetap dan 50 mitra yang bekerja subkontrak. Dari modal awal berupa pinjaman Rp 10 juta, kini perputaran bisnis Penimo mencapai Rp 1 miliar. Pilihan Widodo menggeluti bisnis kerudung sejak awal didukung istrinya, Herawati (38). Keduanya berniat bekerja sambil beribadah. "Dengan bisnis ini, saya ikut mensyiarkan ajaran agama soal menutup aurat," jelas Widodo di salah satu gerainya di Kotabarat, Solo, Kamis (13/10).
Tak hanya dukungan moral, Widodo dan Herawati berbagi peran. Herawati mengelola operasional termasuk mengurusi pemasaran dan tren mode. Keduanya memperkenalkan bisnis ini kepada dua anak mereka yang masih kecil.
Kiat mereka up to date terhadap tren adalah dengan membentuk tim desain, berlangganan majalah mode, mengamati gerai pesaing, dan rajin mendatangi peragaan busana. "Kami mengamati tren di Jakarta. Biasanya tren di Yogyakarta dan Solo terlambat dua bulan dari Jakarta. Justru kalau kami produksi item baru terlalu banyak, tidak laku," ungkap Herawati.
Selain memiliki 10 gerai sendiri, keduanya juga menyuplai produk ke berbagai gerai di supermarket. Ke depan, Penimo berencana membuka gerai sistem waralaba dengan membangun sistemnya. Syaratnya mudah, hanya modal Rp 100 juta dan dalam tiga tahun ditargetkan balik modal. 

Tulisanku seperti termuat di Kompas (Jawa Tengah) 15 Oktober 2005

ADIB KONSISTEN MEMBANGUN RUMAH SEDERHANA

Pengusaha sukses dipengaruhi faktor keturunan atau berangkat dari usaha warisan. Pandangan ini ingin didobrak Adib Ajiputra (39). Dorongan dari orangtua, Ahmad Jisam Abdul Manan (guru SD) dan Siti Fatonah (ibu rumah tangga), agar ia mandiri membiayai kuliahnya, juga menjadi motivasi kuat untuk mulai berwirausaha.
Adib yang kuliah di Jurusan Pendidikan Administrasi Perkantoran FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta juga prihatin melihat lulusan kampusnya yang pintar-pintar justru menganggur usai lulus kuliah. Jadilah Adib mulai berwiraswasta.
Uniknya, ia memulai wirausaha dengan membuka Institut Pengembangan Kewirausahaan dan Kejuruan Indonesia pada 1992. Tidak lama, ia membuka usaha sablon dan agen air mineral. "Saya terdorong harus berhasil wiraswasta agar menjadi contoh di institut. Hasilnya, teman-teman yang ikut jadi wiraswastawan justru lebih berhasil," jelasnya dengan rendah hati, Senin (21/8).
Selain giat wiraswasta, Adib juga rajin berorganisasi. Ia bahkan sempat mengajar siswa SMP dan SMA Al Muayyad Solo. Alhasil, kuliahnya sampai molor delapan tahun. Baru pada tahun 1994, pria kelahiran Sragen ini lulus kuliah. "Orangtua mendorong saya ikut organisasi, sebagai sumber belajar lain selain sekolah," jelasnya. Kini anak keempat dari delapan bersaudara ini tercatat sebagai Ketua Real Estat Indonesia (REI) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Surakarta. Lulus kuliah tidak membuatnya berpaling pada profesi lain meski sebagian besar saudaranya menjadi guru dan kyai. Usaha sablon dan air mineral masih terus ditekuninya meski pada akhirnya gulung tikar karena tidak fokus.
"Ini pelajaran berharga buat saya bahwa kita harus total dalam mengerjakan sesuatu," tuturnya.
Semangat tinggi Adib untuk tetap berwiraswasta ditambah pergaulannya yang luas membawanya merambah dunia properti. Tahun 1996, tidak lama setelah menikahi Sri Bangun Puji Astuti, Adib memulai kiprahnya dengan membangun 175 unit Perumahan UNS V Palur yang diperuntukkan bagi dosen, karyawan UNS, dan masyarakat umum. Ia berkolaborasi dengan sang adik yang lulusan Teknik Sipil untuk mengurusi masalah teknis. Beruntung proyek selesai bersamaan dengan datangnya krisis moneter.
Selain tidak terhantam dampak krisis, perumahan sederhana yang dibangunnya diminati.
Hingga kini, pilihan usahanya konsisten, membangun rumah bagi golongan ekonomi menengah ke bawah atau rumah sederhana sehat (RSH). Padahal diakuinya, membangun rumah bagi segmen menengah ke atas jauh lebih menguntungkan. "Selain ingin membantu kebutuhan rumah bagi golongan ini, pasar RSH jelas," kata Adib yang juga sukses mendorong sang istri terjun ke dunia bisnis dengan menekuni usaha busana muslim.
Hingga kini Adib telah membangun lebih dari 600 unit RSH yang laris manis di bawah bendera PT Griya Abadi Santosa. 


Tulisanku seperti termuat di Kompas (Jawa Tengah) 22 Agustus 2006